annahape.com. Ini cerita lucu dari klien. Anekdot rumah minimalis modern di Jakarta. Minggu kemarin, saya kedatangan klien baru. Seperti biasa kami bincang-bincang di teras belakang studio arsitek kami yang asri. Halaman luas, dengan pohon mangga dan rambutan di tengahnya. (Catatan: di situ memang tempat kami bertemu klien. Tidak ada ruang meeting formal untuk konsultasi)
Nah, seperti biasa juga, topik pembicaraan melebar kemana-mana. Sampai akhirnya berceritalah sang bapak. Belum lama ini mereka membeli rumah. Pasti bukan rumah pertama. Terpengaruh oleh iklan yang gegap gempita, dibelilah rumah dengan gaya minimalis modern. Lokasinya kelas satu. Desainnya menawan. Kualitas bangunan high-end. Harga sudah bilangan M. Wah!
Oleh karena rumahnya minimalis modern, sudah sepatutnya furniturenya menyesuaikan. Karena itu pergilah mereka ke toko furniture modern. Toko ini spesialis menyediakan furniture modern minimalis. Kalau Anda pergi ke mall besar di Jakarta, Anda pasti tahu yang saya maksud. High Class lah.
Singkat cerita, akhirnya seluruh rumah lengkap terisi. Rumah baru dengan perabotan baru pula. Mulai dari ruang tamu, living room, sampai kamar tidur, seluruhnya sudah berisi furniture. Sofa, minimalis modern. Meja dan kursi makan berkelas. Tempat tidur, wardrobe modern style. Lengkap dan siap ditempati. Apa yang terjadi?
Ketika mereka masuk rumah yang sudah siap huni itu, spontan mereka kaget: lho, ini rumah siapa? Bahasa gaulnya: “Kok gak gue banget, gitu lho!” (Dalam bahasa baku maksudnya: tidak mencerminkan diri saya, karakter saya) Cerita punya cerita. Bapak dan Ibu ini sebenarnya penggemar furniture yang berbau etnik. Meja jati dengan ukiran. Amben, atu bale-bale kayu yang lebar untuk santai. Ornamen dekorasi dari daerah. Begitulah rumah mereka sebelumnya. Home sweet home. Rumah yang kental dengan nuansa arsitektur jawa.
Oleh karena rumah yang baru dirasa bukan rumah sendiri datanglah mereka pada kami. PR kami adalah mengubah di sana-sini agar rumah lebih homy. Agar nantinya mereka benar-benar merasa tinggal di rumah sendiri. Bukan di rumah tetangga. Tugas ini bukan hal mudah. Tapi OKlah, tantangan yang menarik.
Moral cerita dari kejadian lucu ini adalah: please, pelajari betul-betul rumah yang akan Anda beli atau bangun. Amatilah dan perhitungkan desainnya dengan cermat. Pertimbangkanlah gaya hidup Anda. Apakah rumah yang ditawarkan, atau hasil desain sang arsitek, sungguh cocok dengan gaya hidup Anda. Dengan filosofi hidup Anda? Apakah pembagian ruang sudah sesuai dengan kebutuhan Anda?
Banyak model rumah bisa digoogling. Anda bisa copy-paste kalau Anda mau. Persoalannya, untuk apa Anda “membuang” rupiah yang susah payah dikumpulkan? Kalau setelah rumah jadi, Anda dan pasangan melongo: “Lho ini rumah siapa?”
Di Rumah Annahape, kemarin (02/02/10) saya menunjukkan contoh rumah etnik jawa modern. Maksudnya, untuk diperbandingkan dengan rumah minimalis yang gencar diiklankan. Salah seorang anggota, mbak Etik Pratiwi berkomentar begini: “kayaknya diera2 skrg dah jarang ya mbak model rmh spt itu..ngeliat rmh selalu minimalis..minimalis..dan minimalis.. Jd ngeliat rmh itu (Maksudnya, gambar di bawah.ini) mak cles..pengobat rindu akan rmh etnik,rumah tropis..ok abis!!!“
Sekali lagi ini moral ceritanya: Selera kita tentang rumah sedikit banyak dipengaruhi oleh iklan. Era minimalis adalah selera pasar. Brainwhasing, produk cuci otak bentukan dari promosi gencar para pengembang perumahan. Atau pedagang. Hitung-hitungan biaya memang lebih murah, lebih cepat kalau membuat rumah seragam; daripada mendesain satu per satu rumah sesuai karakter penghuni. Karena itu, pikir pengembang nan cerdas, selera pasar harus dibentuk. Agar orang manut saja ditawari rumah seragam.
Seandainya. Sekali lagi seandainya Anda mau dan mampu, bangunlah rumah yang berkarakter Anda dan keluarga Anda. Arsitektur minimalis, tropis, etnik, atau agamis seringkali cuma trik dagang, label para penjual. Konsep yang awalnya lahir dari para arsitek besar dan terhormat itu sudah berubah menjadi brosur yang disebar di mall, pintu tol atau google. Akhirnya, atau untungnya, semuanya tetap tergantung Anda sendiri: pilihlah sesuai jati diri.
Salam
Annahape, Mendesain dengan hati
11 Replies to “Tip 76 Lho, Ini Rumah Siapa? Kok Rumahnya “Gak Gue Banget”!”