“Dear Mba Anna,hanya mau konsultasi,. Saya ada membeli KPR di Depok type 36 dengan ukuran 6 x 12 Meter. Namun begitu serah terima kunci dari developer bukan rumah yg siap ditempati namun lebih terkesan rumah siap bongkar. Karena semua emang harus di bongkar.
Sehingga sekarang malah harus mengeluarkan pengeluaran extra untuk pembangunan rumah yg antara lain memperdalam septic tank,pindah toilet,buat dapur,pengecatan ulang,bongkar plafon yg bocor,perbaiki dinding yg retak,dll. Sangat menyedihkan dengan kualitas dari KPR seperti ini,sangat menyedihkan bagi kami rakyat yg berpenghasilan menengah ke bawah.
Adapun yg saya bingungkan tentang design interior dan pemilihan warna dinding dan keramik agar rumah walaupun ukuran kecil namun tetap bisa terkesan lapang.Juga misalkan kalau mau membuat lantai dua, bagaimana mendapatkan design yg terbaik agar bisa terkesan tetap nyaman di lahan yg terbatas dan rumah yg terjepit di tengah.“
Saya bisa membayangkan kekecewaan yang dirasakan penulis surat ini. Betapa tidak. Setiap orang yang membeli rumah baru, entah kecil atau besar, murah atau mahal pasti mengharapkan hunian itu tanpa masalah. Sama seperti ketika kita mengendarai motor atau mobil baru. Segalanya berjalan lancar. Atau seperti kita menikmati hidangan fresh from the oven. Hangat lagi nikmat.
Tapi itu hanya perumpaan. Menempati rumah baru lebih daripada itu . Banyak aspek menggairahkan ketika kita mulai menghuninya. Bangunan kokoh. Atap kuat. Lantai halus. Interior sempurna. Kamar mandi dan toilet bersih. Saluran pembuangan terjamin kualitasnya. Instalasi air, listrik juga telepon bekerja baik. Dari segi tampilan kinclong luar dalam. Dan tak ada istilah rusak atau bocor, sekecil apa pun itu. Itulah sebenarnya arti kalimat SIAP HUNI.
Sedangkan yang dialami saudara kita ini ibarat ungkapan jauh panggang dari api. Kenyataan tak seperti yang dibayangkan. Harapan tak berujung pada pengalaman menyenangkan. Berharap siap huni yang tejadi malah-seperti yang diungkapkan dalam surat itu-SIAP BONGKAR.
Ujungnya bukan hanya pengeluaran ekstra yang tak sedikit tentunya. Tapi juga waktu yang terbuang dan kenyamanan yang terganggu.
Idealnya, sebuah rumah idaman, adalah rumah yang sedari awal didesain untuk memenuhi kebutuhan keluarga Anda, mencerminkan karakter Anda dan keluarga. Dan itu hanya mungkin kalau Anda secara khusus meminta jasa arsitek untuk mendesainkan (baca Tip 76 Rumah yang “Gue banget”). Namun pilihan ini bukan pilihan rasional untuk kebanyakan orang. Masalah utamanya adalah cash budget. Alhasil banyak dari kita beralih ke KPR dan perumahan massal. Bila Anda termasuk di dalamnya, cermat-cermatlah dalam memilih rumah.
Saya pun mencoba mencari referensi pandangan yang sekiranya bisa meringankan beban persoalan yang sedang dihadapi Pak Ghais ini. Hasilnya, saya memperoleh masukan yang cukup berharga. Isinya tentang 10 Kiat Membeli Rumah di Komplek Perumahan. (sumber)
Berikut ini beberapa poin dari kiat itu yang relevan untuk dipertimbangkan:
a. Untuk rumah yang siap huni, biasanya memerlukan waktu 1-2 bulan dari akad kredit, sampai rumah bisa kita tempati (serah terima rumah). Biasanya proses 1-2 bulan itu digunakan untuk: melakukan pembersihan dan pengecatan ulang rumah, pendaftaran PLN, PDAM, Line Telpon, dsb.
b. Kita mendapatkan waktu garansi kerusakan rumah atau kadang disebut “masa pemeliharaan”, dengan durasi 3-6 bulan dari proses serah terima rumah. Waktu garansi (masa pemeliharaan) itu bisa gunakan untuk komplen dan meminta perbaikan gratis apabila rumah kita bocor, dinding retak atau kerusakan lain.
c. Sebaiknya dalam masa pemeliharaan, jangan dulu melakukan renovasi rumah secara signifikan, karena itu akan menghilangkan 3-6 bulan garansi kerusakan. Masalah ini biasanya tertulis jelas di Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah dan Bangunan (PPJBTB).
Sedangkan bagi Anda yang kini tengah membidik rumah dengan fasilitas KPR, poin-poin lain dalam kiat tersebut penting pula disimak:
a. Lakukan survey secara mendetail tentang perumahan yang akan kita beli. Survey bisa dilakukan baik melalui Internet atau survey lapangan. Buat komparasi, scoring, dan analisa berdasarkan parameter dan spesifikasi rumah yang kita inginkan.
b. Datangi pemasaran (marketing) perumahan dan minta informasinya rumah dari yang kita beli dengan lebih detail. Minta pihak pemasaran perumahan untuk mengantar kita langsung ke lokasi atau cluster yang kita pilih. Interview tetangga sekitar atau satpam apabila masih ada informasi yang kita butuhkan.
c. Status rumah ada dua: siap huni dan indent. Untuk rumah yang statusnya “siap huni”, biasanya kita bisa langsung melihat rumah yang ingin kita beli. Sebagian besar perumahan menggunakan model “indent”, jadi kita hanya bisa memilih lokasi dari gambar site map, dan kita harus menunggu 8-24 bulan dari akad kredit untuk proses pembangunan rumah.
Soal lain. Tentang cara memilih warna dinding dan keramik agar rumah berukuran kecil bisa tetap tampak lapang, lihat Tip saya nomor 6 tentang mengecat rumah, 15 tentang kombinasi warna dan 21 tenang harmonisasi warna. Intinya, jangan menggunakan kombinasi warna lebih dari 2. Warna putih atau yang mendekati putih, akan memberi kesan ruang yang lebih luas. Sedangkan warna tua, seperti biru, akan membuat ruangan menjadi gelap dan sempit.
Anda punya pengalaman lain? Yuk sharingkan di sini!
Salam
Annahape, Mendesain dengan hati
Untuk layanan profesional gunakan form di Kontak Kami